Yuk, Bersahabat dengan Inner Child kita dan temukan kebahagiaan

Saturday, April 16, 2016


Our Inner Child..
Sebelumnya sudah ada yang mengerti tentang Inner Child itu apa?
Kalau kita definisikan dari berbagai buku bacaan tentang kejiwaan, Inner Child adalah sosok anak kecil yang berada di dalam diri kita (Ego Personality). Inner Child yang kita miliki ada yang dalam kondisi baik dan ada pula yang bermasalah atau bisa di katakan dalam kondisi trauma. lebih jauh lagi tentang Inner Child adalah suatu entitas besar yang biasa kita sebut "DIRI" dan sudah terbentuk sejak kita dalam kandungan dan DIRI inilah yang dengan bertambahnya usia dapat di kategorikan sebagai Inner Child- Adult - Parent.


Inner Child dalam diri kita sebenarnya bisa bertumbuh dewasa sesuai dengan usia kita. Namun bila kita mengalami trauma ketika kecil maka Inner Child kita akan stuck di usia saat dimana kita mendapat trauma atau pengalaman buruk dan tidak akan bertumbuh. Inner Child yang mengalami pengalaman baik akan terus bertumbuh dan semakin banyak Inner Child yang memiliki pengalaman baik akan semakin banyak pula memberikan energi yang positif untuk jiwa kita. Namun sebaliknya, jika di dalam DIRI kita terlalu banyak Inner Child yang mengalami pengalaman traumatik maka banyak  pula memberikan energi yang negatif untuk kejiwaan dan bisa berdampak buruk untuk kita.

***

Lovin The Child Within You - The Healing Power of The Unconditional Love
Sabtu, 9 April 2016. Hati saya tergerak untuk mengikuti workshop yang diadakan oleh Remedi Indonesia dalam event REMEDI DAY yang berlokasi di daerah kemang yang beralamatkan di Jalan Bangka Raya no.99A (dulunya kafe Ke;Kun). Entah kenapa ketika saya membaca beberapa judul yang tercantum dalam e-flayer REMEDI DAY, hati saya berkata "I NEED THIS!" yes of course i will attend.



Sebenarnya saya ingin mengikuti semua workshop yang diadakan seharian penuh itu. Namun, kondisi saya tidak memungkinkan bila saya mengikuti full day treatment. Sangat di sayangkan memang, tapi saya tidak menyesal.

Saya memutuskan untuk mengikuti kelas workshop meditasi Lovin The Child Witihin You bersama mba Siti Banu Intan. Awal saya memasuki ruang workshopnya, harum semerbak wewangian berasal dari tungku aroma therapy yang bikin pikiran tenang. Saya memilih untuk duduk di sudut ruangan yang masih kosong karena pesertanya sudah mengisi hampir tiap sudut ruangan. Peserta yang hadir nampaknya sudah mengikuti kelas workshop terdahulu, hal itu terlihat dari beberapa yang sudah mengenal satu sama lain. Mba siti Banu Intan ketika saya datang sedang memperkenalkan dirinya.

Mba Intan menuturkan bahwa dia pernah mengalami masa - masa trauma dan sempat depresi, kemudian beliau menemukan cara untuk membuat hati dan pikirannya tenang, salah satu caranya yaitu dengan melakukan yoga serta meditasi yang rutin. 


Setelah sesi perkenalan usai, dimulailah sesi selanjutnya. Saya pikir langsung bermeditasi gitu, ternyata tidak. Peserta yang hadir dibagikan selembar kertas berserta pulpen. Di kertas tersebut ada tulisan "Women, Men, Love, Work, Money, Succes dan God"

Ngapain sih?
saya yang terheran - heran karena baru pertama kali mengikuti workshop ini hanya diam terpaku dan sedikit gak ngerti ini kertas mau diapain. 

Rupanya, peserta yang hadir saat itu disuruh mengisi kertas tersebut dengan "apa yang kita percayai/yakini". Tapi, untuk menuliskannya harus yang berasal dari pemikiran kita pertama kali jadi bukan pemikiran yang selanjutnya. Karena menurut mba Intan, buah pikiran pertama kita itu adalah isi hati kita yang sebenarnya. Selebihnya diiringi dengan kepercayaan sudah terdistraksi dengan apa yang kita pikirkan. So, intinya kita harus mengisi lembaran tersebut dengan tulisan spontan gak perlu mikir panjang lebar.

Dengan sekejap, semua peserta sibuk sendiri dengan kertasnya masing - masing termasuk saya. Saya sempat bingung mau nulis apa, jujur saya nge-blank banget lah. Pada akhirnya ke-isi semua sih. Setelah semua peserta mengisi jawaban dari kertas tersebut, Kita harus mencari partner untuk berpasangan. 

Setelah semuanya mendapat pasangan, kita diwajibkan membacakan apa yang telah kita tuliskan tadi di kertas itu bersama partner kita secara bergantian. Kebetulan partner saya se-usia dengan saya, tapi yang membedakan adalah dia masih lajang dan wanita karir sedangkan saya Ibu Rumah tangga yang baru memiliki seorang anak. 

Lucu-nya kita memiliki poin pemahaman yang hampir sama tentang "Men" yaitu suka bohong, brengsek, dan suka mainin cewek. Tapi itu negatifnya loh ya yang positifnya juga ada kemiripan; harus bertanggung jawab, memberikan contoh yang baik. 

Sesi berpasangan-pun usai, Mba intan sedikit bercerita tentang Inner Child. Nah, hal ini yang saya tunggu - tunggu, karena emang gak tau Inner Child itu apa.


Beliau mengatakan bahwa kita semua memiliki Inner Child, Inner Child adalah sisi kanak - kanak yang ada di dalam diri kita. Inner Child ini membawa perasaan takut, marah, rasa putus asa tapi mereka juga membawa perasaan kegembiaraan, kesenangan, kegairahan dan juga cinta.

Untuk sebagian orang semakin bertambahnya usia terkadang meng-ignore perasaan - perasaan tersebut. Di remehkan, diabaikan atau mengalami kekerasan hal itu membuat sangat tidak nyaman untuk dirasakan. Kemudian kita merasa menjadi lemah, dengan kita menjadi lemah berarti kita tidak akan bertahan. Karena kita ingin bertahan maka kita belajar untuk tidak merasakan Inner Child kita. Lambat laun Inner Child yang ada di dalam diri kita akan hilang.

Banyak dari kita belajar bahwa perasaan - perasan tersebut tidaklah penting, Padahal kita perlu belajar bagaimana mengenali, mengekspresikan, melepaskan dan mentransformasi apa yang kita rasakan. Menuntun kembali untuk mengalami apa yang kita rasakan di masa kecil karena di situlah kita pertama kali belajar tentang perasaan.

Beberapa orang pernah mengalami perasaan dihantui oleh masa kecil. Dari hal tersebut kemudian kita belajar bagaimana menjalin hubungan dengan orang lain, bagaimana mendapatkan cinta dan persetujuan dari mereka. Jika pondasi kita adalah rasa bersalah maka struktur kehidupan kita akan menjadi lemah dan cenderung akan menciptakan kembali pola masa lalu dan membangkitkan pengalaman masa kecil di masa dewasa kita. Dan hal itu akan terus berulang bila kita tidak menyadarinya.


Re-parenting The Inner Child
kok re-parenting? mba Intan menjelaskan, untuk mengumpulkan semua Inner Child yang ada di dalam diri kita, baik dalam kondisi yang baik ataupun bermasalah membutuhkan sosok orangtua. Dan itu harus kita, kita yang menjadi orangtua untuk diri sendiri. 

Dengan menjadi orangtua bagi diri sendiri, kita bisa memberikan pengasuhan serta kasih sayang yang dibutuhkan oleh Inner Child kita. Terutama Inner Child yang dalam kondisi bermasalah. 

Kita dapat memberikan petunjuk, arah serta disiplin diri yang diperlukan guna pengendalian diri kita agar bisa menerima tanggung jawab pribadi untuk kehidupan kita. 

Bisa melepaskan perasaan duka cita karena pernah mengalami perlakuan kekerasan atau pengabaian yang di terima sewaktu kecil. Dengan melakukan re-parenting kita bisa menciptakan pertalian jiwa dewasa atau diri kita saat ini dengan Inner Child untuk memberikan rasa aman dan percaya diri serta penerimaan bagi diri sendiri.

Poin penting dalam melakukan re-parenting adalah kita bisa menerima diri kita apa adanya tanpa syarat, tidak ada penyesalan atau kebencian diri atas apa yang sudah "seharusnya" terjadi. 


Lets Meditation!
Begitu penjelasan tentang Inner Child usai, sesi yang di nanti-pun tiba. Meditasi, Yeay!
masing - masing peserta disuruh mengambil posisi yang nyaman. Boleh sambil tiduran, duduk ala meditasi dengan kaki bersila atau selonjoran aja. 

Kalau saya sih, lebih baik selonjoran dengan kaki di lurusin kedepan dan badan bersandar ke dinding belakang. Habis kalau bersila kaki saya lagi pegal - pegal *alasan*.

Ruangan-pun seketika itu menjadi redup hanya tersisa satu cahaya dari lampu yang memilki watt kecil. karena lampu lainnya yang berfungsi sebagai penerang ruangan di mati-kan. Sesaat saya mencium wangi aroma therapy semakin pekat. Dan itu membuat seluruh tubuh saya yang dalam kondisi lelah menjadi sedikit relaks dan saya-pun memejamkan mata serta mengambil nafas yang panjang dan menghembuskannya secara perlahan sesuai dengan instruksi.

Di putarlah lagu meditasi "Song for the Inner Child - Shaina Noll" secara berulang- ulang. 

Mba Intan memandu kami untuk memasuki alam bawah sadar kami. Jauh-jauh.. sampai kami menemukan Inner Child kami. Kami dibawa ketika kami dilahirkan ke dunia ini. Menghirup udara pertama kali, melihat sosok seorang ibu. 

Kemudian kami di bawa lagi kembali ke usia kami 3 tahun, 5 tahun, 10 tahun dan masa remaja. merasakan perasaan yang terjadi ketika itu.

Setelah itu kami dihadapkan oleh sebuah cermin, cermin yang besar. Di cermin tersebut ada sosok kami dan di sebelah kami ada sosok Inner Child kami. Kami di pandu untuk merangkulnya. Kemudian kami juga di pandu untuk memanggil sosok Inner Child yang sudah kami datangi tadi satu persatu sampai kami dewasa. 

Bagi saya, hal ini awalnya memang terasa aneh. Masalah konsentrasi adalah masalah besar dalam diri saya. Tapi saya mencoba dan terus mencoba untuk memanggil Inner Child yang ada di dalam diri saya. Namun, ketika saya memanggil Inner Child usia 3 tahun sosok itu tidak berhasil saya panggil, lantas saya memanggil kembali Inner Child saya di usia 5 tahun dan dia menghilang. Begitupun dengan Inner Child lainnya yang gagal saya panggil.

Ada apa?
Ternyata jawabannya adalah wajar bila kita baru pertama kali melakukan meditasi ini. Karena saya telah lama meng-ingore Inner Child yang ada di dalam diri saya. Entah itu karena perasaan trauma atau memang mengabaikannya begitu saja.


Ucapan adalah Mantra



Pernah mendengar bahwa ucapan adalah mantra ajaib untuk diri kita sendiri?

Perkataan yang kita sadari atau yang tidak kita sadari yang sering kita ucapkan berulang kali ataupun kita sering mendengarkan kalimat - kalimat yang berkonotasi negatif dan positif yang terjadi dalam hidup kita sangat berpengaruh kepada Inner Child yang kita miliki.

Gak percaya?

Sebenarnya, Inner Child memang merupakan bagian dari diri kita, yang tertawa tanpa memikirkannya atau yang menangis tanpa alasan. Bagian dari diri kita yang spontan, berani dan tidak merasa bersalah.

Seiring dengan bertambahnya usia kita, kita mulai di doktrin dengan pemahaman - pemahaman luar. Baik dari orangtua maupun lingkungan sekitar. Kita di batasi dengan keyakinan yang bukan milik kita. Alhasil kita tidak bersentuhan kembali dengan Inner Child. Padahal kita harus memberikan dukungan kepada Inner Child dan melepaskan ketakutan yang masih tertanam di dalamnya sehingga kita bisa menciptakan sosok Inner Child yang bahagia.

Contohnya bila kita telah ditanamkan sewaktu kita kecil dengan banyak perkataan "jangan" tanpa di iringi sebuah alasan yang kuat maka di alam bawah sadar kita akan menimbulkan sosok Inner Child yang penakut. Nilai - nilai yang orangtua dan lingkungan sekitar kita tanamkan kepada diri kita-lah yang mengkotak - kotak kan kepribadian kita.

Bila waktu kita kecil mengalami trauma misalnya takut sama kucing. Maka bila tidak kita sembuhkan Inner Child yang mengalami trauma, selamanya kita akan memiliki ketakutan terhadap kucing. Tapi, bila kita menyembuhkannya dengan berkata kepada inner child kita sendiri dengan kalimat positif:

"Itu dulu ketika saya kecil yang takut sama kucing, sekarang kan udah gede, kucing sama saya masih gedean saya, kenapa harus takut? kucing kan lucu"

Kalimat positif yang ditanamkan berulang - ulang dalam diri akan menyembuhkan Inner Child kita yang mengalami masa trauma.


Jadi, yesh! ucapan memegang peranan penting untuk Inner Child kita.


Sekilas tentang Remedi Indonesia
Remedi Indonesia merupakan sebuah Lembaga komunitas untuk orang - orang yang mencari kedamaian, kebahagiaan, harmoni dan cinta dalam hidup mereka. Lembaga ini dibentuk untuk mempertahankan gaya hidup yang sehat serta diiringi dengan keselarasan pikiran, tubuh dan semangat yang kita miliki.

***
with mba Intan seusai kelas workshop

Ingin mengenal Inner Child kita? yuk ikuti aja kelas workshop yang diadakan oleh Remedi Indonesia. Kelasnya terbuka setiap hari, namun bila kita ingin menikmati yang "Free Workshop" silahkan datang setiap hari selasa mulai dari jam tujuh hingga sembilan malam untuk berbagi cerita dan pengalaman kita sehari - hari.

Di Remedi Indonesia ini juga banyak kelas workshop lainnya seperti Yoga, dan kelas meditasi yang memiliki tema beragam.


More info:







You Might Also Like

15 comments

  1. Waaa tenryata child inside itu ga negatif juga ya asal dijadiim sahabat. Suka terjebak dgn istilah kekanak2an... hihii...

    Setuju mba.. memang sejak kecil harus biasa mendekat dgn hal positif dan membiasakan berpikir positif biar gedenya jadi logis.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iyappp... karena apa yang di tanam sejak kecil secara otomatis bakalan kebawa hingga dewasa kelak.

      Delete
  2. Ulasan yang kereen
    saya mendengar istilah inner child pertamakali dari (alm) Pepeng
    salam sehat dan semangat

    ReplyDelete
  3. Saya sering ngrasa kyk anak kecil, utamanya klo lg ngambek ma suami hehe

    OOoo ada free workshopnya jg ya? jd penasaran :D

    ReplyDelete
  4. wah asyiknya ya, jadi athu sekarang , makasih sharingnya

    ReplyDelete
  5. artikel yang sangat menarik di baca... keren....
    thanks buat sharingnya.. selalu sukses dan berkarya..aminnn

    ReplyDelete
  6. Workshop yang ini asik juga ya. Supaya move on, harus berdamai dengan masa lalu. Thanks for sharing!

    ReplyDelete
  7. Memang sih dalam diri kita akan selalu ada 'jiwa kekanak-kanakan' yang ternyata ada istilahnya sendiri yah : inner child..baru tahu hehe...

    Ketika dewasa kita cenderung untuk mengabaikannya yah, padahal ternyata harus dirangkul & di re-parenting...

    Duh, dapet banyak ilmu baru deh habis mampir kesiniiii :))

    ReplyDelete
  8. Wah, tulisan mengenai inner child ini bagus lho, bunda asyik bacanya. Sayang, ya, bunda belum tahu waktu itu ada Workshopnya.

    ReplyDelete
  9. halo mba salam kenal .. wah kita punya concern yg sama mba ... tapi bahasan mba lebih lengkap .. dan manfaat sekali buat nambah2 referensi ... senang bisa nemu blog mba 🤗

    ReplyDelete

Like me on Facebook

Subscribe